Bisnis, Jakarta - Menteri Keuangan periode 2001-2004, Boediono, mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini merupakan sasaran tarik-menarik politik. "Saya berpesan agar hati-hati supaya tidak lepas kendali lagi," katanya dalam Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 30 November 2016.
Boediono menceritakan, pada 1950-1960, APBN menjadi bagian dari suatu problem, bukan suatu solusi. Pada waktu itu, kata dia, APBN lepas kendali. "Mula-mula tidak terlalu berat. Tapi pada pertengahan 1960 lepas kendali. Ini menjadi tantangan luar biasa bagi pengelola setelah itu," kata Wakil Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Pada akhir 1960, menurut Boediono, pemerintah berprinsip agar APBN tidak menjadi penyebab krisis. Pada era Presiden Soeharto, muncul konsep anggaran belanja berimbang untuk menghindari APBN lepas kendali karena tarik-menarik politik. "Ini kan ada uang banyak dan menentukan apa dan siapa yang mendapatkan manfaat terbesar," tuturnya.
Saat ini, untuk menjaga APBN, pemerintah mengikuti standar internasional di mana terdiri atas penerimaan, pengeluaran, dan defisit. Hal itu, menurut Boediono, tercantum dalam Undang-Undang Keuangan Negara. "Defisit tidak boleh melebihi 3 persen. Itu kita jiplak dari Uni Eropa. Hutang juga tidak boleh melebihi 60 persen. Nah ini juga jiplak," katanya.
Dalam seminar nasional yang diselenggarakan dalam rangka Hari Oeang Republik Indonesia ke-70 ini, hadir mantan Menteri Keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005-2010 dan juga Menteri Keuangan saat ini, Sri Mulyani Indrawati. Dalam acara tersebut, hadir pula mantan Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri.
ANGELINA ANJAR SAWITRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar